Selama ini, brand masih menargetkan kaum milenial untuk iklan dan campaign mereka. Hal tersebut juga terjadi di Slice. Kurang lebih ada 500 proyek influencer marketing yang Slice tangani setiap tahunnya, hampir semuanya menargetkan millennial. Padahal, kalau diperhatikan, sekarang ini mulai muncul pasar baru yang cukup besar, yaitu para Generation Z atau Gen Z.
Brand harus mulai melihat potensi Gen Z. Generasi ini lebih muda dari milenial namun sudah masuk dalam usia-usia produktif yang cocok dijadikan target audiens berbagai brand. Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, jumlah penduduk yang termasuk Gen Z ada lebih dari 68 juta jiwa. Sekitar 27,94% dari penduduk Indonesia. Jumlah tersebut lebih dari seperempat masyarakat Indonesia.
Berdasarkan data Statista pada tahun 2020, pengguna media sosial di Indonesia dalam rentang usia Gen Z mencapai 30%. Sebuah prosentase yang cukup besar dan sangat berpotensi untuk bertambah di tahun-tahun berikutnya. Itulah kiranya mengapa brand harus mulai menarget Gen Z sebagai pasar mereka.
Sebelum melakukan itu, brand harus paham siapa itu Gen Z, apa perbedaan mereka dengan milenial, dan bagaimana kebiasaan dan pola mereka dalam menggunakan media sosial. Parameter tersebut nantinya akan digunakan untuk membuat strategi pemasaran untuk Gen Z.
BACA JUGA: Tips Analisis Kompetitor di Media Sosial Terbaik
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, Gen Z dikategorikan untuk mereka yang lahir mulai dari tahun 1997 hingga 2012. Secara teori, di tahun 2023 ini Gen Z berarti mereka yang berusia di bawah 27 tahun hingga di atas 10 tahun.
Gen Z ini adalah mereka yang belum pernah hidup tanpa teknologi. Gen Z tumbuh besar sudah dengan teknologi yang maju dan dimanjakan oleh media sosial. Hal itu membuat Gen Z adalah generasi yang tumbuh bersama gadget mereka.
Sebuah hasil survei dari Alvara yang dilakukan pada 2022 mengungkapkan bahwa 97,7% Gen Z di Indonesia sudah pernah mengakses internet. Tak sampai disitu saja, riset dari IDN Media pada 2022 mengungkapkan 30% Gen Z mengakses media sosial lebih dari 3 jam setiap hari. 22% lainnya mengakses sosial media 2-3 jam, dan ada 24% yang mengakses media sosial selama 1-2 jam per hari.
Meski tumbuh sebagai anak gadget dan lama di media sosial, Gen Z dianggap sebagai generasi yang tidak bisa fokus pada satu hal dalam waktu yang lama. Hal ini mungkin juga berkaitan dengan derasnya informasi dan konten yang mereka akses sehari-harinya.
Meski demikian, Gen Z dikenal sebagai generasi yang mampu memilah-milah konten dari banyaknya konten yang ada. Saat mereka berhenti scroll berarti mereka menemukan hal yang bermanfaat atau mereka sukai.
Perbedaan paling mencolok antara milenial dan Gen Z adalah, kalau milenial cenderung menunjukkan sifat optimis dan menjalani hidup untuk saat ini saja. Mereka tidak terlalu memusingkan jangka panjang.
Sedangkan Gen Z memiliki pandangan lebih realistis terhadap dunia. Mereka cenderung memikirkan hal-hal secara jangka panjang. Mereka merencanakan sesuatu secara lebih terstruktur.
Gen Z cenderung mencari hal-hal yang sesuai passion mereka. Gen Z juga memikirkan hal-hal baik yang bisa mereka lakukan untuk banyak orang. Hal ini menjadi alasan mengapa sekarang banyak kreator yang membuat konten berbau sosial. Jawabannya, hal itu disukai Gen Z.
Panduan Lengkap Brand dan Agensi untuk Meningkatkan efektivitas influencer campaign melalui Newsletter kami
Email Address
Daftar Gratis
Thank you!
Dari kecenderungan-kecenderungan tersebut, brand bisa mengambil beberapa titik temu untuk membuat konten yang disukai Gen Z. Brand bisa membuat campaign dengan organisasi non-profit dengan tujuan misi sosial yang menolong banyak orang.
Sekarang ini, media sosial video menjadi pilihan mayoritas pengguna internet. YouTube, Instagram, dan Tiktok tak bisa dipungkiri menjadi tiga besar yang paling banyak digunakan. Pertanyaannya, di manakah Gen Z paling suka berkumpul?
Berdasarkan data dari Praxis, pada 2023 ini media sosial yang paling sering digunakan Gen Z untuk mencari informasi adalah Instagram dengan 77%. Kemudian YouTube dengan 68%. Diikuti Twitter dan TikTok dengan 64% dan 63%.
Mengenai media sosial favorit Gen Z untuk berinteraksi, mari kita merujuk pada data global yang dirilis Global Web Index. YouTube menjadi media sosial paling disukai Gen Z dengan 70% Gen Z di dunia ini menggunakannya.
Secara mengejutkan, Facebook berada di peringkat kedua. Meski jumlah penggunanya besar, frekuensi penggunaan Facebook di bawah generasi lain. Gen Z cenderung menggunakan Facebook untuk mencari informasi. Setelah itu ada Instagram yang digunakan 70% Gen Z secara global Di Instagram Gen Z menampilkan konten-konten yang lebih terstruktur, dan lebih unjuk diri.
Jika dua data tersebut digabungkan. Secara umum Gen Z di Indonesia sangat aktif di YouTube, Instagram, TikTok, dan Twitter. Model konten yang paling disukai Gen Z sekarang ini adalah video dan live streaming.
Konten-konten foto meski masih ada, namun bukan lagi rujukan utama untuk menggaet Gen Z. Video dengan efek-efek kekinian lebih menarik Gen Z. Kebiasaan, dan trend yang ada di keseharian Gen Z membuat mereka lebih kuat dan mau dalam mengikuti jadwal-jadwal live streaming dari kreator idola mereka. Hal tersebut juga berlaku dalam penggunaan aplikasi podcast ataupun over the top (OTT).
Dalam penggunaan media sosial, Gen Z memiliki pola yang generasi terdahulunya jarang lakukan. Gen Z merupakan generasi yang suka membuat akun media sosial palsu atau anonim. Hal tersebut dilakukan agar Gen Z bisa lebih ekspresif di media sosial namun identitas aslinya tetap terjaga.
Bagaimana Menggaet Gen Z Lewat Influencer Marketing?
Melihat pengalaman para pendahulunya, membuat Gen Z membentuk pola kebiasaan yang berbeda dengan milenial. Hal membuat brand harus bisa membuat rumus baru agar marketing yang dilakukan bisa mengena pada Gen Z.
Kalau untuk millenial, sudah ada rumus yang biasa dilakukan saat menjalankan campaign. Yakni konten-konten inspiratif dan aspiratif merupakan yang paling cocok untuk milenial. Konten tersebut akan menciptakan engagement lebih besar bahkan sering juga menciptakan closing.
Kalian perlu mengingat tentang pola pikir Gen Z yang sudah disebutkan di atas. Mereka dikelilingi oleh orang-orang yang satu visi dan misi. Gen Z juga bekerja untuk membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Mereka juga memikirkan dampak kebiasaan umat manusia terhadap keberlangsungan kehidupan di bumi. Iya, Gen Z suka dengan hal-hal yang akan membuat bumi menjadi lebih baik.
Dari kecenderungan tersebut, ada satu metode marketing yang kemungkinan besar akan masuk ke pasar Gen Z. Yakni model iklan atau campaign yang membuat sebuah brand secara terang-terangan melakukan sumbangsih untuk kehidupan yang lebih baik. Hal yang dicakup bisa sangat fleksibel, bisa memperbaiki kehidupan sosial, fokus terhadap perbaikan alam yang rusak, dan lain-lain.
Intinya, Gen Z suka dengan campaign yang tak serta merta menjual produk atau layanan. Namun juga memberikan sumbangsih bagi kehidupan.
Pola pikir Gen Z yang seperti itu juga membuat mereka memilah-milah siapa yang akan mereka ikuti. Kalau millennials masih suka mengikuti nama-nama besar, Gen Z cenderung lebih suka mengikuti kreator biasa yang menunjukkan ke-autentikan saat mengunggah konten.
Gen Z suka dengan konten yang berhubungan dengan keseharian mereka. Konten edukasi yang menginspirasi dan menggambarkan value dari seorang Gen Z. Mereka kurang suka dengan konten-konten inspiratif dari nama-nama besar. Hal ini membuat brand harus pintar-pintar dalam memilih influencer.
Terakhir, karena intinya Gen Z suka dengan konten yang autentik, metode marketing yang sepertinya cocok adalah model ambassador atau duta sebuah brand. Slice melihat hasil yang cukup baik dari beberapa klien yang sudah mempraktikkan metode tersebut. Legitimasi atau pengakuan yang dibuat oleh influencer yang juga ambassador sebuah brand diprediksi akan melekat di benak Gen Z.